Senin, 16 Mei 2011

Ascaris Lumbricoides, Prevalensi infeksi cacing tertinggi

CACING ASCARIS LUMBRICOIDES
NEMATODA USUS DENGAN ANGKA PREVALENSI TERTINGGI
DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti saat ini suatu negara dituntut untuk dapat bersaing dengan negara-negara lain. Khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, ini adalah kesempatan untuk mengejar ketinggalan agar tidak tersisihkan dari persaingan global.

Karena hal tersebut pemerintah wajib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, faktor yang sangat menentukan kemajuan suatu negara adalah faktor kesehatan
masyarakatnya. Namun masih banyak hambatan untuk menyehatkan masyarakat salah satunya adalah masih tingginya kasus penyakit infeksi seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing terutama yang ditularkan melalui tanah. Hal ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara yang tinggi serta kondisi sanitasi yang buruk dan beberapa kebiasaan yang berhubungan dengan kebudayan masyarakat.

Cacing ascaris lumbricoides adalah cacing penyebab infeksi yang cara penularannya melalui tanah atau soil-transmitted helminths dengan angka prevalensi tertinggi di indonesia dibandingkan cacing nematoda usus yang lain. Penyakit yang disebabkannya atau ascariasis merupakan salah satu penyakit yang tersebar luas di indonesia dan dunia.Laporan WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa saat ini infeksi cacing Ascaris lumbricoides tersebar pada lebih 1 milyar orang, Sedangkan angka kejadian di indonesia masih sangat tinggi yaitu berkisar 60% - 80%.

Semua umur dapat terkena ascariasis namun prevalensi tertinggi terdapat pada anak. Pada kasus berat dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Sedang pada orang dewasa, pada keadaan tertentu cacing dewasa dapat bermigrasi hingga ke saluran empedu, appendiks atau bronkhus dan dapat menimbulkan keadaan gawat darurat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan perlunya suatu tindakan pencegahan (preventive) yang nyata seperti usaha untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya yang diakibatkan oleh cacing tersebut, kegiatan pencegahan ini harus melibatkan tenaga-tenaga yang profesional salah satunya adalah tenaga analis kesehatan. Hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam penyusunan makalah dengan judul Cacing Ascaris lumbricoides Nematoda Usus dengan Angka Prevalensi Tertinggi Di Indonesia.

BAB II

ISI
A. Taksonomi dan Klasifikasi

Berdasarkan habitatnya cacing Ascaris lumbricoides atau sering disebut cacing gelang termasuk kelompok nematoda usus, Manusia adalah satu-satunya hospes bagi cacing ini. Sedangkan menurut cara penularannya cacing ini termasuk dalam kelompok soil transmitted helminth ( cara penularan melalui perantara tanah )

Kindom : Metazoa

Filum : Nemathelminthes

Kelas : Nematoda

Genus : Ascaris

B. Distribusi Geografis


Cacing Ascaris lumbricoides mempunyai distribusi geografis kosmopolit ( dapat berkembang di seluruh dunia ), tetapi lebih banyak terdapat didaerah tropis dengan kondisi sanitasi yang buruk. Tanah liat dengan kelembapan tinggi dan suhu yang berkisar antara 25◦C-30◦C sangat baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif (Srisasi Gandahusada, 2000:11)

Dapat menyerang semua usia tetapi lebih banyak menyerang anak-anak karena kelompok usia anak-anak lebih sering tidak memperhatikan higiene yang baik. Hal ini diperburuk dengan perilaku anak yang tidak baik seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar, Setiap kali mandi tidak menggunakan sabun, tidak mencuci kaki dan tangan dengan sabun setelah bermain di tanah, tidak menggunakan alas kaki ketika bermain dan keluar dari rumah, kebersihan kuku tidak dijaga dengan baik.

C. Morfologi


1. Telur

Terdapat 2 macam jenis telur yaitu telur yang sudah mengalami pembuahan ( fertil ) dan yang tidak mengalami pembuahan ( infertil ).

Telur Ascaris lumbricoides fertil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bentuk oval

b. Ukuran :

• panjang 45-75 µm dan lebar 35-50 µm

c. Dinding 3 lapis :

• Lapisan pertama adalah albuminous yang tebal, berkelok-kelok dan bersifat imperiable.

• Lapisan kedua adalah hyaline, lapisan ini memberi bentuk telur dan bersifat imperiable.

• Lapisan ketiga disebut vitelline / lipoid. Lapisan ini mengelilingi sel telur yang bersifat sangat impermiable.

d. Telur berisi embrio.

e. Berwarna kuning kecoklatan.

f. Kapasitas produksi telur

• 200.000 telur / hari

• 26 juta / cacing

g. Resistensi telur sangat besar dapat bertahan sampai bertahun-tahun tetapi

tidak tahan terhadap pemanasan langsung ( sinar matahari langsung ).

Sedangkan untuk telur yang infertil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Bentuk bulat atau oval memanjang dengan kedua ujungnya agak datar

b. Ukuran :

• Panjang : 88-94 πm , Lebar : 40-45 πm

c. Dinding dua Lapis yaitu albuminous dan hyaline dimana lapisan albumin

berkelok-kelok sangat kasar atau tidak teratur.

d. Isinya protoplasma yang mati

Dari kedua jenis telur ( fertil dan infertil ) tersebut terkadang dijumpai tanpa lapisan albumin yang disebut telur dekortikasi sedangkan telur yang utuh disebut kortikasi.

2. Cacing Dewasa

a. Cacing berbentuk silindris

b. Ujung anterior tumpul sedangkan ujung posterior runcing

c. Pada ujung anterior terdapat 3 buah bibir, masing – masing dengan sensori papillae. Satu bibir terletak mediodorsal, dua bibir terletak pada ventrolateral danditenga hnya terdapat cavum bucalis yang berbentuk segitiga.

d. Pada tiap-tiap sisi terdapat garis-garis longitudinal disebut lateral lines

e. Mempunyai cuticula yang bergaris-garis melintang menyelubungi tubuhnya disebut transversal lines.

f. Cacing betina mempunyai ukuran yang lebih besar daripada cacing jantan.

Panjangnya 20-35 cm dengan diameter 3-6 mm pada bagian posterior lurus.

g. Cacing jantan panjangnya 15-30 cm dengan diameter 2-4 mm pada bagian

posterior melengkung ke ventral.

D. Siklus Hidup

1. Di luar hospes

a. Telur non infektif keluar bersama feses manusia

b. Pertumbuhan telur di luar dipengaruhi oleh

1) Suhu

Suhu optimum untuk telur adalah 26oC ( 21OC-30OC ). Suhu yang rendah menghambat pertumbuhan telur

2) Kelembapan

3) Kecukupan oksigen

c. Telur dapat menjadi infektif antara 1-3 minggu kemudian.

d. Sebelum infektif larva dalam telur mengalami pertukaran kulit yang pertama ( menjadi embrio stage II )

e. Kemudian telur yang infektif masuk tubuh manusia melalui :

1) Makanan

2) Jari tangan dan kuku

3) Melalui tangan

f. Dalam usus manusia telur dirusak enzim usus, maka keluarlah larva yang disebut rhabditiform

g. Larva rhabditiform mempunyai ukuran 200 - 300 πm x 14 πm

2. Di dalam hospes

a. Larva rhabditiform menembus mukosa usus, menuju ke pembuluh kapiler atau ke pembuluh limphe

b. Dari pembuluh kapiler menuju ke jantung kanan kemudian ke paru-paru.

c. Dari pembuluh limphe menuju ke ovum peritoneum, hepar dan jantung kanan.

d. Dalam paru-paru larva mengalami pergantian kulit kedua dan ketiga, serta menjadi besar ( Bila larva lebih besar dari kapsulnya maka kapsul akan pecah ). Dalam paru-paru larva kemudian ke terminal bronchioli ke bronchus, ke trachea sampai ke epiglotis, larva di dalam paru-paru ± 10 hari.

e. Dari epiglotis dapat ke oesophagus, ke lambung, ke usus halus. Dalam usus halus mengalami pertukaran kulit yang keempat. Kemudian larva menjadi dewasa, cacing akan menyerap makanan yang sudah dicerna terutama karbohidrat sebelum diserap oleh tubuh, di dalam usus halus juga terjadi maturasi dan kopulasi. Cacing dewasa di dalam usus halus ± 8-12 bulan.

f. Siklus hidup Ascaris lumbricoides adalah 2 bulan.

E. Gejala Klinis

Gejala ascariasis dapat ditimbulkan oleh :

1. Larva

a. Adanya larva dalam paru-paru bisa mengakibatkan pneumonitis terutama bila jumlah larva cukup banyak

b. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar hati dan paru disertai infiltrasi eosinofil, makrofag dan sel-sel epiteloid. Hal ini disebut pneumonitis ascaris.

c. Ketika larva menembus paru dapat menimbulkan kerusakan pada epitel bronkus dan terjadi reaksi jaringan yang hebat.

d. Gambaran infiltrat pulmoner yang tampak pada rontgen foto dengan disertai adanya eosinofilia yang disebut Sinddrom loefler.

2. Cacing Dewasa

a. Infeksi ringan dengan jumlah cacing 10-20 cacing bisa berlangsung tanpa gejala, Keluhan yang timbul biasanya hanya berupa sakit perut yang tidak jelas. Di dalam usus, cacing mengganggu arbsorbsi nutrisi oleh usus.

b. Cacing dewasa dapat berpindah ( erratic migration ) ke organ-organ yang lainnya seperti saluran empedu, kandung empedu, hepar, apendix dan peritoneum dan bronkus. Hal ini dapat berakibat sangat serius.

c. Cacing dewasa bisa saling melilit sehingga membentuk gumpalan yang bisa menyumbat saluran usus dan mengakibatkan terjadinya ileus obstruktivus yang berakibat fatal

d. Pada anak-anak terutama dibawah 5 tahun dapat mengakibatkan defisiensi gizi yang berat dan kegagalan arbsorbsi karbohidrat jika jumlah cacing cukup banyak.

F. Diagnosa


a. Pada sediaan sputum akan didapatkan kristal charcot leyden, eosinofil dan larva.

b. Tindakan rontgenologis pada organ-organ yang dicurigai.

c. Pada bilas lambung akan ditemukan larva.

d. Pemeriksaan telur (dibuahi & tidak dibuahi) dalam tinja

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu :

1) Metode langsung

a) Sediaan langsung tanpa pewarnaan

Teknik pemeriksaan :

(1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering

(2) Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian

masing-masing ditetesi air garam faal (jarak ± 4 cm)

(3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.

(4) Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass

(5) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

b) Sediaan langsung dengan pewarnaan iodium ( lugol)

Teknik pemeriksaan :

(1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering.

(2) Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian

masing-masing ditetesi air garam faal (jarak ± 4 cm)

(3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering

diambil sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan

pada tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.

(4) Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosine 20 % dan

Disebelah kanan diteteskan 1 tetes iodium / lugol lalu masing-masing dicampur, jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan sediaan 2.

(5) Tutup masing-masing sdiaan dengan cover glass

(6) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

2) Tidak langsung

a) Cara konsentrasi dengan ZnSO4

Tehnik pemeriksaan :

(1) Dibuat suspensi feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 Bagian air panas

(2) Saring suspensi tersebut dengan kain kasa dan filtrat ditampung dalam tabung centrifuge.

(3) Putar dengan kecepatan 2.500 rpm selama 1 menit.

(4) Supernatan dibuang, sedimennya ditambah 2-3 ml air dan diaduk sampai homogen.

(5) Putar lagi, supernatan jernih dituang ( kalau perlu ulangi pemutaran)

(6) Sedimennya ditambahkan 3-4 ml zink sulfate jenuh ( 33 % larutan ZnSO4 mempunyai Bj 1.18 ), Diaduk dengan batang pengaduk, sehingga homogen dan ditambahkan ZnSO4 sampai batas 1.5 cm dari permukaan tabung

(7) Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit.

(8) Pindahkan lapisan atas dari supernatan dengan ohse dan taruh di atas obyek glass yang bersih, kemudian tambahkan 1 tetea lugol, campur.

(9) Tutup dengan cover glass, periksa di bawah mikroskop

G. Epidemiologi

1. Keadaan endemi dipengaruhi oleh

a. Sanitasi buruk

b. Keadan tanah & iklim

(Tanah liat suhu 25 – 30 serta kelembapan tinggi adalah media yang baik untuk Ascaris lumbricides)

c. Jumlah telur yang mencapai bentuk infektif & masuk ke hospes.

H. Pencegahan

1. Drainase diperbaiki

2. Kampanye penggunaan jamban keluarga

3. Mencegah penggunaan tinja sebagai pupuk terutama tinja manusia

4. Pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat dan albendazole ) secara rutin tiap 6 bulan sekali

5. Pengembangan sarana dan prasarana air bersih

6. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS)

Seperti :

a. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman

b. Membiasakan mencuci tangan sebelum makan

c. Membiasakan menggunting kuku secara teratur

d. Membiasakan diri buang air besar di jamban,

e. Membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar

f. Membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air yang bersih

2 komentar:

cacing,,, dan cacing,,, silahkan pergi

Posting Komentar